Langsung ke konten utama

Dendam Sang Harimau



Dendam Sang Harimau
Naufal Ash Siddiq



(tok tok tok……..) Bunyi pentongan dengan sorak-sorai masyarakat Desa Kolok berkumpul berdesas desus mencari tahu apa yang terjadi. Siti Sundari sibunga desa itu mati dibunuh dia ditemukan oleh salah seorang penduduk desa, Sundari terkapar kaku di dalam kolam kecil pengumpul getah di salah satu kebun karet warga dengan baju kemeja abu  berkotak-kotak kecil di ujung pergelangan tangannya. Siti mati keji, kepala dan badannya sudah tidak lagi tergabung, payudaranya dipotong kecil-kecil seperti agar pencuci mulut acara perkumpulan adat dengan janin yang robek dari perutnya keluar seperti anak kucing tidak berbulu. 


Setelah selesai otopsi, seizin ayah Siti yang juga kepala desa. Berselang beberapa hari setelah mayat Siti dikebumikan polisi mendapat kesimpulan tentang siapa pembunuh Siti, yaitu Andi Payobadar, anak mantri yang terkenal sangat ramah di desa.

***

Senja seketika Latief Husein berjalan ke surau, seperti biasa ia selalu mengenakan baju terbaiknya koko hijau daun bergaris-garis emas juga kopiah dengan ujung yang menancap langit serupa kubah masjid. Pakaian itu selalu dipakainya setiap ke surau untuk shalat dan belajar mengaji dengan temannya Andi Payobadar. Mereka berdua berteman baik sejak kecil lahir dengan dukun beranak yang sama pula, selepas Isya hampir setiap malam akan tiba waktunya bagi mereka untuk latihan silat dengan Mak Muis di pelataran rumah adat kampung mereka, Belajar pencak silat wajib wajib hukumnya bagi pemuda di desa karena akan berguna untuk memebela diri dan keluarga jika saja Belanda-Belanda berulah lagi datang menyerang ke Kolok maka merekalah tombak terdepan walau hanya untuk memperlambat.

Mak Muis adalah pendekar hebat dari kisah yang selalu diceritakannya setiap akhir latihan selama hampir lima tahun, Latief dan Andi sudah sangat hafal seluk beluk dari cerita itu setiap kata dan huruf juga intonasi kalimatnya, dia adalah satu-satunya warga desa yang pernah melewati bukit barisan keramat karena tidak sembarangan orang bisa pergi ke sana kecuali memiliki ilmu yang tinggi. Itulah bukit Mahdiar tempat Mak Muis bersemedi selama 40 hari menunggu Inyiak (mahluk astral serupa harimau) menghampiri, menuju bukit barisan bukanlah perjalanan mudah, bukan karena setan nakal yang sudah menjadi temannya sejak lama tapi binatang buas kelaparan yang sedang mencari mangsa. Tidak lagi terhitung banyaknya Mak Muis bertemu dengan harimau dan beruang pemakan segala, dia menampis hewan-hewan buas itu dengan tiga-empat kali bisikan saja. Mak Muis memang keturunan dewa seperti kata orang desa dia berhasil melewati hutan angker dengan mudah dan mendapatkan ilmu dari Inyiak yang telah memberinya kemampuan bisa berpindah-pindah tempat kapan ia mau juga seketika ia bisa berubah wujud inyiak jika saja ia menginginkannya atau terdesak. 

Latief dan Andi tidak pernah absen sekalipun untuk berlatih dengan Mak Muis meski selalu bosan setiap akhir sesi, selama lima tahun mereka selalu dipukul dan ditempa di tempat itu oleh Mak Muis sampai semua orang di desa tahu bahwa mereka berdua adalah kesatria, ketika tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan itu, mereka berdua adalah orang-orang pilihan Mak Muis yang hebat. Nanti salah satu di antaranya akan mendapatkan ilmu darinya ketika Tuhan tidak lagi mengizinkanya untuk kembali menghela napas di dunia. 

***
Kabar itu sungguh mengejutkan semua orang termasuk Mak Muis, dia sangat mengetahui betul bagaimana sikap kedua muridnya itu, selama lima tahun ini tidak pernah melakukan hal-hal yang tidak baik bahkan ia tidak pernah melihat Andi meninggalkan ibadah sekalipun. Muis tidak cepat percaya dengan berita itu, dia bergegas pergi ke rumah Gandi yang tidak lain adalah ayah dari Andi Payobadar, Ia terpaksa kembali menggunakan sepeda butut dengan ban setengah kempes karena hanya itulah barang termewah yang ia punya. Akan memakan waktu banyak untuk berangkat ke rumah Gandi ia harus melewati hamparan sawah dan kebun karet sebelum mencapai desa. 

Dimana Andi Payobadar?
Dia sedang tidak mau diajak bicara
Kenapa? Biar aku tanyakan 
Aku sudah menggedor pintu kamarnya beberapa kali tapi dia tak kunjung bicara. Aku masih tidak percaya dia melakukan hal itu, selama hidupku dia tidak pernah melakukan kesalahan  sedikit pun bahkan dia tidak pernah meninggalkan kewajibannya mencuci piring dan menimba air untuk adik dan ibunya setiap pagi.
Aku juga tidak percaya dengan kejadian itu, pasti ada yang salah dan  harus kita tanyakan sebelum dia akan dibawa ke pengadilan Belanda setidaknya kita bisa menenangkan ia sebentar.
Pikirku juga begitu. Ayo..

Muis dan Gandi pergi ke kamar Andi dan mencoba untuk kembali membujuk Andi untuk bicara, tapi andi tidak membalas panggilan mereka satu bunyi pun. Mereka berdua tidak punya pilihan, membuka pintu kamar secara paksa. Mereka dikejutkan kamar yang kosong dengan secarik surat di atas bantal yang tertulis. “Aku akan kembali, sementara untuk memperbaiki segalanya” mereka termenung berdua kala senja menutup dirinya dan menjelma menjadi langit hitam akan hujan, keduanya bingung bercampur sedih terlebih Mak Muis yang sudah menganggap Andi seperti anaknya sendiri tidak berbeda dengan Latief. 

Mungkin ini adalah jawaban dari kebingungan Muis belakangan ini karena kedua muridnya itu tidak lagi menemuinya setelah mengaji di surau, berbeda dengan Latief kerena dia memang sudah memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah Belanda yang ada di Sawahlunto sejak dua bulan lalu, sejak itu pula lah sikap andi terlihat lebih dingin seperti penuh dengan amarah setiap kali Mak Muis bertemu dengannya, mukanya selalu memerah serupa darah jika saja Mak Muis menyebut-nyebut nama Latief. Mak Muis enggan mencampuri urusan mereka terlebih Latief sudah melanjutkan pendidikannya ke kota dan pasti akan bertemu teman yang lebih banyak di sana juga budaya Eropa yang sedang menaik-naik. 

Dua bulan lalu, sebelum Latief memutuskan meninggalkan desa untuk melanjutkan pendidikannya ke kota. Mereka mulai menampakan sikap yang tidak lagi baik di antara keduanya, entah apa yang terjadi Mak Muis merasakan itu karena ia sudah mennganggap mereka berdua sebagai anaknya sendiri. 

Ia selalu berbaik sangka dengan keduanya, mungkin ini karena mereka sudah menginjak usia dewasa dan sudah saatnya untuk menentukan arah hidup masing-masing. Begitulah ikhlasnya seorang Mak Muis ia rela untuk meluangkan waktunya setiap malam selama lima tahun untuk melatih dua anak pilihannya tanpa libur sehari pun. 

***
Nanti aku jemput ya..
Okee.. jangan lupa pakai baju paforitmu… hehe

Latief dan Andi bersahabat cukup lama, mereka tahu luar dalam satu sama lain, dulu ketika masih menginjak umur sembilan tahun, mereka pernah berpacu melompati sungai yang belum tahu caranya berenang dan hampir mati bersama tanpa busana. Seperti tidak tahu malu, mereka selalu bersemangat berlari memacu satu sama lain tanpa sehelai benang pun lekat di badan, dengan kemaluan yang belum dipenuhi belukar walau sehelai dihantam lipatan sinar matahari yang membelangkan badan. 

Setiap sore, setelah main sekarang berubah menjadi bekerja begitulah aktivitas pemuda yang sudah menginjak usia lima belas tahun di desa, mereka akan dihadapkan dengan pekerjaan di sela-sela sekolah rakyat yang membentuk emosional dan pemikiran.
Selepas aktivitas siang berakhir, tanpa pemberitahuan apapun mereka sudah memiliki pos penunggu untuk satu dengan yang lainnya. Di depan Pos ronda di samping kedai Pak Ruslan yang penuh dengan judi dan wanita-wanita penggoda dari umur belasan hingga paruh baya, entah dari mana datangnya wanita-wanita itu pak Ruslan selalu punya stok baru guna memenuhi hasrat pria-pria kesepian, tempat itu adalah aib bagi desa.

Mereka bertemu di Pos ronda seperti biasa di samping kedai Pak Ruslan, mereka akan pergi ke surau dan sehabis itu latihan silat dengan Mak Muis di pelataran rumah adat.

Haii… Andi..
Iyaaa Siti…

Siti Sundari, anak kepala desa yang cantik itu, siapa yang tidak tahu dia hidung mancung kulit putih bersih dengan mata biru Aamudera Atlantik yang didapatkan dari kakeknya. 

Heyyy… kau kenal Siti, berani sekali ya kau manggil diaa..
Iyaaa aku sudah suka dengan dia sedari dulu..
Lalu sampai sekarang kau belum pernah mengungkapkannya?
Butuh waktu sih bung..
Yaaa.. sebelum diambil orang, kan kau tahu Siti itu bunga desa, semua pemuda di sini pasti inginkan diaa…
Yahh.. 

Siti juga acap kali pergi ke masjid untuk shalat berjamaah, ia tidak pernah meninggalkan shalat jemaahnya sekalipun agaknya seperti itu. Andi adalah laki-laki yang telah lama menyukai Siti sedari mereka masih anak-anak sebelum danging di dada siti terlihat besar dan menggoda juga buntutnya yang terlihat menganga seperti gitar spanyol, sebelum itu andi sudah suka dengan Siti dan tidak berubah sampai sekarang. Beberapa kali dia mencoba memberanikan diri untuk berbicara dengannya dan menulis beberapa surat tapi surat itu hanya memenuhi buku diarinya saja. 

Malam itu Siti terlihat cantik dan sendirian dia punya dunianya sendiri dengan diarinya ia tak pernah melupakan diarinya itu entah apa yang ditulisnya setiap hari, mungkin saja puisi untuk Andi atau entah kepada siapa sejauh ini hampir lima belas tahun ia tak pernah terlihat dekat dengan siapapun. Andi selalu memperhatikannya duduk di bawah pohon mangga di sebalah kiri masjid sendiri setiap sore selalu dengan buku dan bunga di telinganya untuk menulis dan membiarkan dunia bekerja.

Siti selalu begitu dan Andi selelu memperhatikannya dari kejauhan, di balik tiang masjid yang terbuat dari jati juga terkadang dari sudut papan-papan pembatas wudhu. Cintanya tidak pernah tersampaikan, sampai sekarang mungkin waktu yang tepat baginya untuk mengatakan semua.

Sitii…
Ehh.. iya Andi.. 
kau kenapa acap sekali menyendiri seperti ini, sudah seperti orang tidak waras saja setiap sore selalu duduk dan sendiri di sini.
Hehe.. iyaaa aku suka dengan pohon ini, entah kenapa nyaman saja.. 
Hooo,,, kenapa bisa begitu yaaa..
Entahlah sedari dulu aku gemar sekali duduk di bawah pohon rindang, apalagi menjelang mengrib. Dan kau ngapain kesini? 
Aku cumaa mau ngasih tahu sesuatu..
Apaa ndi??
(Allahuakhbar) suara adzan berkumandang.
Eh,, udah azan tuh, ayooo ngaji, kau dan Latief harus latihan kan nanti?
Ohhh iyaaa.. ayooo..

Itu adalah percakapan yang terlama antara mereka berdua, mungkin ini menjadi pintu baginya untuk medapatkan hati Sundari juga mungkin pintu penutup.

Pengajian telah selesai, sekarang waktunya bagi Latief dan Andi untuk berlatih ke pelataran Rumah Adat karena seperti biasanya Mak Muis sudah menunggu di sana. Malam ini akan menjadi malam yang bersejarah begi mereka berdua karena Mak Muis akan memberikan ilmu pamungkas, karena itu sedari rumah Latief dan Andi sudah mempersiapkan beberapa persayaratan khusus untuk mendapatkan ilmu itu seperti ayam hitam, telur putih dan seonggok kemenyan. Mungkin malam ini mereka akan jadi harimau atau kera barangkali. 

Heiii Ganu apa kau melihat Latief..?
Hoooo.. Latief tadi ke belakang sebentar katanya mau bikin sesuatu gitu entahlah..
Wah aku ditinggal..

Andi berlari ke belakang kearah tempat wudhu seperti kata Ganu tadi ia melihat Latief pergi ke belakang. Menjelang ke belakang tidak sengaja Siti berpapasan dengannya yang membuat dunia Andi berhenti sementara akibat lirikan dan senyum manis Siti yang serupa angsa putih dari Deli. 

Ehh.. Siti… 
Iyaaa andi..
Apakah kau melihat Latief di sekitar sini tadi..
Ada tadi di belakang sepertinya sibuk dengan ayamnya..
Sialan mau ninggalin aku dia.. yaudah aku pergi dulu ya.. 
Iyaaa… Hati-hati.. 

Sapaan hati-hati dari Siti itu sekejab membuat Andi hilang kesadaran, jalannya tak tentu arah tapi kencang seperti babi luka dikejar ajak. 

Hooo.. kau mau ninggalin aku Tief..
Tentu saja iyaa.. malam ini kan sakral bagi kita kau sudah siapkan semuanya kan?
Iyaaa.. tapi tunggu sebentar aku melihat dulu ayam kita tadi sudah kau periksa kan?
(Latief tiba-ttba menghilang dan lari begitu saja sambial berteriak  hoooooiii… hahahaha… ayoooooo jika saja kita terlambat kita tidak akan mendapatkan ilmu itu di lain hari)
Hahaha… dasar curanggg… tungguu..

Dengan kain sarung yang masih melilit badannya Andi berlari terbirit tapi kali ini dia yakin bisa mengejar Latief karena ia mendapat pasokan semangat dari senyuman Siti barusan mungkin dengan hanya mengingat itu saja dia bisa tidak makan selama dua minggu.

Heii… jangan terburu
Kau tahu apa yang akan terjadi malam ini dan seterusnya?
Apa??
Kita akan sakti ndi….
Bukan,,, Mamak bilang ilmu itu hanya bisa digunakan jika saja kita mau ngeluarkannya? Kau paham itu? 
Yaaa.. tergantung waktu lah mungkin..

Malam itu merupakan malam yang bersejarah bagi mereka karena masing-masing akan mendapatkan ilmunya sendiri-sendiri entah Andi yang akan mendapatkan kera atau Latief yang menjadi harimau. Ritual dimulai, mereka bertiga memang sudah mempersiapkan semuanya dari jauh-jauh hari oleh karenanya malam itu terasa sangat hikmah dan tidak ada yang tertinggal sepercik kecil kesalahan. Malam itu sangat sakral sekali.
***
Latief Husein, semua orang di desa kenal dengannya terlebih selepas ayahnya menghilang di hutan dan ibunya yang sudah pergi meninggalkannya sejak dia masih belum bisa menelan nasi. Ibunya seorang None Belanda yang cantik lalu jatuh cinta kepada orang pribumi bernama Mahdiar. Ia adalah ayah Latief dan teman dekat Mak Muis, pemuda gagah yang menjadi primadona di desa dan semua perempuan tertarik dengannya, beberapa kali dulu ketika masih berumur 20-an ada saja perempuan datang ke rumahnya guna mengantarkan makanan tidak lain hanya mencari perhatian Mahdiar semata tapi dia enggan jatuh cinta kepada wanita manapun waktu itu. Sampailah datang Ella Dewitt yang ketika itu datang hanya untuk berkunjung pada acara adat yang selalu dilakukan masyarakat setiap menjelang Ramadhan. Mahdiar juga merupakan sorang yang aktiv di lingkungan adat ia beberapa kali selalu menjadi pemangku untuk sebagian besar banyak acara hingga pada acara tersebut dia bertemu dengan Ella yang akan menjadi istrinya kelak. Mulai dari saat itulah mereka mulai berkirim surat meski Mahdiar masih belum pasih betul menggunakan Bahasa Belanda, namun Ella mengerti akan itu dia hanya akan menggunakan Bahasa Belanda jika saja hendak berkomunikasi dengan sahabat atau kerabatnya tapi tidak dengan Mahdiar, Ella akan tetap berbahasa Hindia. Begitulah seiring waktu yang berjalan cukup lama dan mereka menikah dengan begitu banyak pengorbanan dari keduabelah pihak. Mahdiar merupakan sorang yang miliki posisi dan nama baik dalam adat harus dipaksa melepaskan semuanya demi menikahi seorang Ella Dewitt None Belanda yang sama sakali tidak tahu agama apalagi adat. Mereka berdua sepakat akan manghadapi itu semua untuk menikah. Pernikahan itu berjalan mulus di awal, di tahun pertama mereka selalu mendambakan sorang anak laki-laki nan gagah lagi menawan yang kelak akan menjadi rebutan para wanita-wanita di desa dan putra yang didambakan itu lahir dengan nama Latief Husein. 

Belum genap dua bulan umur Latief, Hubungan cinta yang membelah lautan ini dihadapkan dengan masalah besar, dari waktu ke waktu, bukan karena mereka tidak saling mencintai tapi masyarakatlah yang membuat mereka begitu. Tidak mudah bagi mereka untuk menawar aturan adat. Hingga keduanya memutuskan untuk pergi dari desa itu dan meninggalkan Latief, dia akan tinggal di desa sebagai orang adat dan tidak diperbolehkan pergi oleh warga desa. Sejak saat itulah Mahdiar mengutuk dirinya sendiri untuk selalu berada di samping anaknya. Itulah  bukit Mahdiar yang ada di tengah hutan tempat Mak Muis bersemedi, banyak orang desa mengatakan kedekatannya dengan Mahdiar adalah salah satu rahasia untuk melewati hutan angker desa Kolok dengan mudah. Pada cerita lain penduduk sering melihat Mak Muis berjalan  berdua ketika pergi ke hutan, banyak yang mengatakan bahwa itu adalah Mahdiar, Itu juga menjadi satu alasan terbesar mengapa Mak Muis sangat menyayangi Latief. Tidak ada yang tahu kemana Ella pergi sebagian orang mengatakan ia pergi ke Sawahlunto namun ada sebagian lagi yang mengatakan kalau ia pergi kembali ke Belanda, tapi yang pasti mereka berdua sengat mencintai putra semata wayangnya itu.

Begitulah Latief Husein semenjak kecil dia tidak pernah kenal dengan ibu dan ayahnya sementara dia harus tinggal dengan orang-orang yang telah membuat keluarganya hancur seperti itu, sampai berumur lima belas tahun ia tidak pernah mendengar cerita seperti ini dari siapapun, Mak Muis pun belum menceritakan semuanya, hingga menunggu waktu yang tepat. Semua orang di desa mencintai Latief dengan menyembunyikan beronggok-onggok kebencian yang tertanam semenjak ia dilahirkan ke dunia, lelaki keturunan Belanda ini berparas gagah seperti yang diharapkan kedua orang tuanya dulu, hidung mancung rambut semi merah dibalut kulit putih bersih menyelimuti yang membuat setiap wanita tunduk melihatnya tidak sedikit yang langsung jatuh cinta, tapi Letief sampai sekarang tidak terlihat pernah dekat dengan wanita manapun di desa dia lebih sering menghabiskan waktunya untuk bekerja dan ke surau lalu latihan silat dengan Mak Muis dengan sahabatnya Andi Payobadar. 

Sepulang dari acara yang sakral malam itu, Latief dan Andi mengalami beberapa kejadian aneh. Setiap malam Latief selalu kalaparan dan tidak berselera makan makanan yang biasa dimakan oleh manusia, dia lebih terterik dengan daging mentah atau otak rusa mentah  yang mereka dapatkan dari hasil berburu.

(Seketika pagi)
Ndi.. kau merasakan sesuatu yang aneh tidak setelah malam itu..?
Iyaaa.. aku tidak tahu apa yang terjadi, aku seketika waktu lebih suka memakan buah dari pada nasi biasa… apakah itu aneh?

Kurasa itu masih wajar, aku merasakan hal yang lebih aneh lagi.. terkadang suatu malam aku memakan daging mentah  dan melupakannya ketika tersintak di suatu pagi berikutnya.

Wauuu… tapi perasaanku tidak enak Tief…
Entahlah akupun begitu..

Mereka berdua memiliki cerita yang sama setelah latihan malam tadi. Seperti kata Mak Muis keduanya akan mendapatkan penjaganya masing-masing, ada dua pilihan antara harimau atau kera, Mak Muis sendiri tidak tahu siapa yang akan mendapatkan siapa. Bukan Mak Muis yang menentukan tetapi penjagalah yang memilih kepada siapa mereka akan bertuan. 

***
Beberapa Hari setelah malam itu mereka berdua diberikan libur oleh Mak Muis beberapa minggu guna membiarkan ilmu yang disalurkannya malam itu bisa menyatu penuh di dalam tubuh keduanya. Pada waktu seperti inilah saat yang tepat bagi Mak Muis untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada Latief.

Latief.. ada yang harus aku bicarakan kepadamu..
Iyaa mak..
Dan ini sangat penting bagi kita semua, desa, Andi juga yang lainnya. 
Aku akan mendengar setiap beluk cerita dari Mamak. Insyaallah
Adakah suatu hari kau teringat akan kedua orang tua mu??
Tidak, selain hari ini, yang aku tahu mamak adalah teman baik ayahku tidak lebih dari itu.
Bisakah kau mendengarkan cerita ini baik-baik dan mamak ingin kau tidak akan menyakiti siapapun setelah ini karena mungkin saja cerita ini akan sangat menyakitimu.
Baiklah…
Ibumu masih hidup, sekarang dia bermukim di Kota di Air Dingin Namanya Ella Dewwit.
Dia selalu menyuratiku setiap saat dan ingin bertemu denganmu, aku selalu membalasnya dan berjanji akan menceritakan semuanya pada waktu yang tepat, dia selalu menunggumu untuk datang kepadanya.
Maksudmu ibuku tidak mati bersama ayahku di hutan?
Tidak, hanya ayahmu saja, petarung hebat seperti ayahmu itu selalu di sini
Dimana mak?
Di hutan bukit Mahdiar, itu adalah ayahmu dan dia telah mengutuk dirinya sendiri mejadi bukit itu untuk selalu dekat denganmu di sana aku bersemedi dan itu adalah alasan mengapa hanya aku yang bisa kesana karena ayahmu dan aku adalah sahabat sama seperti kau dan Andi.
Lalu mengapa mereka pergi meninggakanku? Kalu mereka masih menyayangiku seperti orang- orang desa katakan.
Ceritanya Panjang Tief..
Ibumu orang Belanda dan ayahmu orang pribumi yang dikenal orang sebagai orang terhormat dalam adat, lalu ia rela berkorban melepaskan semua pangkat adatnya untuk menikahi ibumu Ella Dewwit.
Aku mengerti akan Mahdiar, cintanya kepada Ella sungguh besarnya meski dibenci orang di seluruh desa mereka tak pernah engah dan tetap menjalin tali pernikahan. 
Hingga pada suatu saat engkau lahir ke dunia. Gandi..
Gandi?? Ayah Andi maksud mamak?
Iyaaa..
Dia mengasut orang seluruh desa untuk mengusir kedua orang tuamu dari desa ini karena pada saat itu hanya dia yang memiliki kedudukan untuk melakukan itu, sebelum semua orang di desa membunuh kalian bertiga. Gandi menolongmu, 
Dengan membuatku berpisah dengan orang tua ku?? Maksudmu apa Mak?
Jika saja dia tidak melakukan itu maka kau akan mati oleh warga desa.

Latief terdiam seakan tak percaya bahwa semua ini telah terjadi, karena dia tidak pernah melihat warga desa membencinya sekalipun, hingga pada hari itu ia sadar bahwa yang dilakukan olah warga desa selama ini adalah sebuah sandiwara belaka yang menahannya untuk tetap berada di desa untuk melindungi desa mereka bersama Andi.

Apakah Andi tahu ini Mak?
Ya… semua orang di desa ini tahu Tief…

Sontak keadaan manjadi lebih dingin dan tiada pembicaraan di antara mereka berdua. Wajah Latief yang mulanya diisi senyuman berubah menjadi merah panas, matanya yang coklat menjelma menjadi biru dan tajam seperti mata Harimau Sumatera. Tidak lama setelah itu ia pergi meninggalkan Mak Muis tanpa ada kata apapun.

Kau ingin kemana??

Latief hanya melirik Mak Muis dengan mata biru tajamnya dan berlari, dia tidak pernah berlari sekencang itu sebelumnya. 

***

Haii… Laitef… kenapa aku jarang mehihatmu ke surau lagi bersama Andi akhir minggu ini..
Kami beristirahat sebantar…
Kau dari mana  dan hendak kemana Siti?, selarut ini bukankah tidak baik untuk seorang gadis secantik kau berkeliaran di malam begini??
Hehe… hanya berkeliling, aku mencarimu Tief, lagian aku tidak takut kok berkeliaran di malam seperti ini kan ada kau yang senantiasa melindungiku..
Iyaaa sayang, bisa kubaca sajakmu lagi malam ini??

Siti Sundari dan Latief memang sudah lama menjalin tali kasih, namun tidak ada seorangpun yang tahu tentang kisah mereka terutama Andi yang sudah sengat lama menyukai Siti Sundari. Mereka sudah berkali-kali membahas itu, tapi ikatan cinta yang besar antara keduanya tidak menggoyahkan dan tetap teguh untuk tetap menjalankan hubungan itu secara diam-diam.

Malam itu di depan gubuk tua yang telah ditinggal pergi penunggunya, Latief dan Siti Sundari bertemu pada malam yang mendung, tidak disengaja mereka akan saling berpapas pada malam itu pada suasana yang hening tiada dengung. Hanya saja hujan akan turun.
Sepertinya hujan akan turun..

Mari berteduh sebentar, setelah itu kuantar kau pulang,
Baiklah sayang, aku sudah lama ingin bicara-bicara denganmu..
Keduanya duduk bersama di dalam gubuk tua itu sembari menunggu hujan berhenti.
Sekarang kita sudah sama-sama besar..
Sudahkah waktunya untuk kita memberitahukan hubungan ini kepada semua orang termasuk temanmu Andi??
Sayang,, kita sudah pernah bahas ini kan sebelumnya..
Aku ingin menceritakan sesuatu padamu.. yang sepertinya kau sudah tahu dan semua orang di desa juga..

Siti Sundari termenung dan seakan sudah mengerti semuanya tentang apa yang akan diceritakan Latief kepadanya. Dan tentu saja...

Kau tahu kan sayang kalu ibuku masih hidup?
Maksudmu??
Mak Muis sudah menceritakan semuanya padaku
Aku tahu kau tahu tentang masalah ini dan pasti kau juga punya alasan yang sama dengan Mak Muis untuk tidak menceritakan padaku hingga waktunya tiba .
Iyaaa.. semua orang desa tahu tentangmu Tief, aku ingin sekali menceritakannya aku takut jika sikapmu akan berubah.
Yaa.. aku membenci warga desa setelah cerita itu.. tapi tidak denganmu sayang..
Lalu apa yang akan kau lakukan?
Aku akan ke Kota dan mencari ibuku, juga melanjutkan sekolah. 
Kau akan meninggalkanku?
Aku akan berkunjung dua bulan sekali sayang, 

Siti Sundari menangis seketika mendangar perkataan Latief untuk pergi dia tidak tahan dan memeluk latief dengan penuh harapan. Latief juga melakukan hal yang sama dan mereka larut besama malam dan hujan. 

Aku menyayangimu..
Kau tahu aku juga merasakan hal yang sama..
Boleh aku minta sesuatu?
Ap itu??
Aku ingin mendengar sajakmu malam ini sekali lagi sayang..
Baiklah…

Siti selalu menulis sajak untuk Latief dalam buku diarinya, setiap saat menjelang magrib tiba ia selalu duduk di bawah pohon mangga dekat masjid dimana ia mengaji. Ia selalu memakai bunga di rambutnya dan menganggap bahwa pohon mangga itu adalah Latief kekasihnya. 

Satu dua sajak selesai dibacanya, Latief terkesan semakin lama kata-kata yang dirangkai Siti semakin kaya kosanya. Hujan tidak terlihat akan berhenti dan malam semakin larut meraka berdua tetap berada di sana bercengkrama dalam gelap. Letief dan Siti larut dalam pelukan lalu saling menghabisi hingga malam berubah pagi dan hujan menjelma mentari.

Aku mencintaimu Siti…
Iyaaa… aku juga mencintaimu.. tidak kah kau ingat tentang apa yang kita lakukan malam tadi..
Latief tersenyum lalu pergi pulang dengan bahagia membara di dada.

***

Kemana kau malam tadi? Aku menunggumu di pelataran dengan Mak Muis..
Kau sudah tahu kan tentang semua ini ndi??
Apa maksudmu?

Tidak seperti biasanya, Laitef terlihat berang sekali sore itu, entah kenapa tidak seperti biasanya raupnya memerah seperti bara kayu di bawah tungku ibu. Sedikit ujung matanya membentuk warna abstrak biru seperti atlantik, wajahnya terlihat samar berbulu belang kuning hitam berbayang gigi tajamnya seperti mudah saja mematah jiwa manusia yang bahagia. 

Kau tahu kan tentang sejarah keluargaku?
Tief, kau harus mengerti sesuatu, semua orang desa telah mengetahuinya
Lalu kenapa kau tidak ceritakan sedari dulu ndi? Kau juga tahu kan kalua ibuku masih hidup dan selalu ingin bertemu denganku?

Andi melihat sayu sahabatnya itu, dia tak pernah melihat Latief sesedih itu sebelumnya di lain hal ia sangat ingin menceritakan hal ini kepada manusia yang sudah dianggapnya sebagai saudara kandung,  tapi hari itu dia tidak berkata apa-apa.

Kenapa kau diam saja bangsat? Kenapa baru sekarang aku tahu kalua ibuku masih hidup?
Waktunya belum pas Tief..
Lalu kapan ?--ujarnya mendekat Setelah ibuku di Sawahlunto itu mati? Dan ketika aku sudah menikah dengan siti?
Sitiii?? Maksudmu?

Tidak sengaja Latief menyebut nama Siti dalam percakapan itu yang membuat Andi terpaku pucat seperti kehilangan darah sekujur tubuh.

Kami sudah lama menjalin kasih, sudah kubilang padamu sedari dulu perempuan seperti dia banyak yang hendak dan simpatik, dan aku....
Kauuu…. Bangsat, bukankah kita sering menceritakan tentang Siti, dan kau tahu aku menyukainya sekian lama... kawan macam apa kau...
Kata itu seharusnya aku sampaikan padamu terlebih dahulu bangsat...

Telinga Andi seketika membasar dan dia sedikit merasa aneh akan sesuatu yang bergerak-gerak di dalam celana seperti ular melata yang akan melalap habis kaki dan sekujur tubuhnya, telapak kakinya membesar sendal yang dipakainya putus tak kuat menahan perubahan itu, bibirnya melebar matanya berubah bulat hitam serupa biji kelengkeng.

Mereka berdua saling bertatap, namun belum satupun di antaranya memulai peperangan seperti tak hendak dan tak tega, mereka hanya saling diam dan memilih untuk pergi tanpa ada satu katapun terucap.

***

Beberapa hari belakang setelah malam itu Mak Muis tidak lagi melihat Latief dan Andi kembali menemuinya di pelataran adat, ini adalah yang pertama kalinya terjadi selama lima tahun dia menempa mereka berdua. Tapi Mak Muis tetap berprasangka baik dan tetap menunggu mereka berdua di pelataran rumah adat meski keduanya tidak terlihat batang hidungnya.

Seketika malam, sepeti biasa Mak Muis menunggu mereka berdua di pelataran adat Andi Payobadar datang sendiri tidak tanpa sahabatnya Latief.

Kenapa kau sendiri? dimana Latief? Mak Muis bertanya.
Mamak yang seharusnya tahu dia dimana, aku sudah tidak peduli dengannya
Apa yang terjadi dengan kalian berdua? Tidakkah kalian berteman baik?
Sudah tidak lagi, sejak sore itu. Mamak yang ceritakan semuanya kepada dia kan?
Itu harus dilakukan, karena cepat atau lambat dia juga akan mengetahuinya
Mamak tahu apa yang akan terjadi dengan dia?
Apa?
Dia hendak pergi ke kota untuk mencari ibunya?
Kapan dia akan pergi?
Mungkin dua bulan lagi, dan dia akan kembali untuk menikahi Siti Sundari gadis yang aku sukai sejak lama, (Andi tertunduk dan deraian air asin seketika jatuh dari matanya yang memerah linang)

Mak Muis tetap melakukan tugasnya seperti biasa meski kali ini hanya ada Andi, dia tidak merubah sedikitpun metode pelatihannya walau segenap jiwa dan raganya bergejolak dengan apa yang telah terjadi terlebih setelah mendangar dari Andi bahwa Latief akan pergi ke kota.

Ini adalah waktu yang tepat bagi Mak Muis untuk menggunakan ilmu berpindah tempat yang telah didapatkannya dari Mahdiar di hutan untuk menemui Latief yang beberapa waktu ini tidak pernah dilihatnya dimanapun tempat di desa. Malam seketika ia bertemu Latief di rumahnya. 

Kemana saja kau belakangan ini, aku dan Andi menunggumu di pelataran.
Ke hutan mencari ayahku, 

Mak Muis terkejut sekaligus tersanjung dengan apa yang dikatakan Latief, sekarang bukan hanya dia sendiri yang berhasil melewati hutan itu bahkan Latief berhasil melakukannya saat berumur 15 tahun.

Apa yang kau temukan?
Banyak, terutama ibuku, dia masih hidup dan aku harus menemuinya.
Kau benar-benar akan meninggalkan desa ini?
Ya, (Latief menjawab dengan tegasnya) Aku harus pergi meninggalkan semua kekejian di sini, adat yang jahat dan tidak manusiawi ini. 
Kau akan mengerti dengan sendirinya nanti, suatu waktu ketika orang-orang ini membutuhkanmu
membutuhkanku? Setelah yang mereka lakukan pada keluargaku?
Latief, Mamak minta maaf jika saka semua ini karena aku
Aku tidak pernah menyalahkan mamak, ayah sudah ceritakan semua tentang mamak, aku bahkan menganggap mamak sebagai ayahku sendiri, tapi tidak dengan desa ini.
Jadi kapan kau akan berangkat?
Dua bulan lagi, sekaligus mengurus peroses pemindahan sekolah ke sana tentu saja itu butuh proses dan aku akan menghabiskan waktuku di hutan selama itu.
Baiklah, sampaikan salamku pada ayahmu.
Mak Muis seketika menghilang tidak berbekas, Letief sudah tidak heran lagi dengan hal itu karena apa yang didapatkan oleh Mak Muis itu adalah pemberian dari ayahnya.
***

Hari-hari berlalu, Latief keluar dari hutan setelah dua bulan lamanya tanpa makan dan minum. semua itu sudah tidak lagi dubutuhkan oleh Latief karena dia selalu bersama ayahnya, dia hanya butuh makan untuk ruh dan jiwa tidak untuk jasmaninya.

Pagi itu, Latief tetap menemui orang-orang yang menyayanginya selama di desa dia akan menemui semuanya mulai dari Mak Muis, Andi, dan Siti Sundari untuk berpamitan karena dia akan pergi dalam waktu yang cukup lama. Latief pergi ke rumah Andi untuk meminjam beberapa pakaian miliknya karena Latief tidak mempunyai pakaian yang cukup untuk pergi ke kota, dia hanya memiliki beberapa baju saja yang dipakainya beberapa kali berulang-ulang.

Kau masih marah padaku ndi?
Menurutmu bagaimana?
Aku berharap kita sejenak melupakan semua masalah tentang kita, karena mungkin ini terakhir kali kita bertemu berangkali jika kau bersedia, jika tidak aku akan pergi saja (Latief mebalikkan badannya dan bersiap untuk pergi)
Tunggu!!! (Andi memanggil Latief dengan dinginnya)
Hati-hati di jalan, bisa saja harimau itu datang dan menerkam kau, 
hah, aku sudah kenal dengan dia
Hmm... baiklah kalau begitu, berapa lama kau di sana?
Seumur hidupku mungkin,
Apakah kau akan kembali lagi?
Ya, tapi tidak sebagai teman, kuharap kau bersiap untuk itu.
Aku sudah memepersiapkannya sejak lama, kau jangan kawatir.
Bisakah kau berikan sesatu yang berharga untuk aku? Agar aku tidak melumakanmu dengan cepatnya.

Andi melemparkan baju kesayangan miliknya kepada Latief, dengan beju kemeja abu-abu bercorak kotak-kotak di ujung pergelangan tangannya.

Aku tahu kau butuh itu, dari dulu hanya sehelai baju saja yang selalu kau gunakan untuk berpergian.
Terima kasih atas ini, aku memang membutuhkannya. (Latief pergi bersama dendam juga sayangnya dengan Andi sahabatnya)
Hey, jangan repot-repot kembali, aku akan datang menemuimu meski bukan sebagai temanmu lagi.
Aku sangat menantikan itu. Ujar Latief

Setelah pertemuan yang sangat dingin itu Letief pergi ke rumah Siti Sundari kekasihnya untuk megucapkan selamat tinggal dan mugkin ciuman.

Hai sanyang..
Iyaaa
Kau tahukan hari ini akan datang, 
Iyaaa, aku sudah siap untuk ini, kau akan kembali untukku kan?
iyaaa,, sayang tiada lain yang aku sayangi di desa ini kecuali dikau.
Tentu saja kau kembali, dan harus kembali
Maksudmu?

Siti Sundari memegang tangan Laief lekat-lekat dengan senyum manis yang dimilikinya dan menempatkan tangan mereka berdua di bagian perut Siti lalu mengatakan hal yang sangat mengejutkan entah kebahagian atau juga kecemasan yang akan datang.

Aku sedang mengandung anakmu Tief (Siti melontarkan senyum bahagianya, entah itu cemas)
kau serius?? (Latief terkejut dengan apa yang telah terjadi dengan Siti dan dirinya)
kau ingat malam itu ketika hujan kan? 

Seketika Latief memeluk Siti dengan dekapnya yang kuat seakan mereka akan mati saja di sana bersama angin dan debu, Latief mencium siti dengan basahnya memegang sebagian tubuh Siti tanpa sadar terjadi begitu saja dan mengulangnya beberapa kali hingga jingga lembayung datang dan magrib menghentikan.

Bisakah kau buatkan sajak untukku sekali lagi?

Jauh
Aku kehilangan kesadaran
Dan sajak menulis dirinya sendiri
Menelanjangi tubuh rindu
Lalu menciptakan syair yang paling puisi
Jauh, jauh, jauh, dan jauh lalu jauh
Kata yang paling tepat kutujukan
Bukan hanya perkara jarak
Tapi hatiku. Hatimu.
Sederhanmu membabi buta
Membuatku lupa luka
Yang baru saja datang dan mati pergi
Meniti kehidupan barunya di rumah kenangan yang kubiarkan basi berulat
Kau, alasannya
Dari mana bodoh entah
Aku terbanting berkali lipat
Tapi aku memilih berdiri dan berperang lagi,
Akankah kau jadi milikku di suatu hari?

***

Sebulan berlalu masih dalam keadaan yang sama Andi Payobadar tetap menjalankan kewajibannya latihan dengan Mak Muis di pelataran. Dia belatih lebih keras karena dia tahu bukan hanya Belanda yang akan dia hadapi seorang diri karena hanya dia pemuda kesatria yang tersisa setelah kepergian Latief dia juga akan menghadapi Latief jika saja ia kembali untuk menghancurkan desa. 

Secepat waktu berlalu, secepat perut Siti Sundari yang membesar dan dia mulai kesulitan untuk menyembunyikan. Jika saja semua orang di desa mengetahuinya maka bukan tidak mungkin dia akan dibunuh atau didera sampai mati. Selama itu pula ia selalu berharap akan kepulangan Latief untuk menikahinya atau itu tidak akan pernah terjadi, Latief tidak pernah membelas surat Siti mungkin karena kemana entah surat  itu dikirimkan dan tak tahu tempat Latief akan membaca apalagi membalasnya dengan surat-surat lain. 

kepergian Latief menjadi kesempatan bagi Andi untuk mendekati  Siti Sundari sang kekasih Latief, beberapa kali dia melihat Siti dengan kesendiriannya hanya ada buku yang selalu dibawanya kemana-mana, menulis sajak-sajak yang tak pernah Andi ketahui teruntuk siapa, hingga suatu hari mereka bertemu di bawah pohon nangka di jalan menuju kebun karet tempat Andi bekerja. 

Hey, apa yang kau lakukan di sini Siti?
Aku ingin bicara denganmu Andi
Tidak biasanya kau begini dan mengajakku bicara
Ini tentang Latief

Seketika Andi terdiam dan mengubah senyumnya menjadi cemberut lurus dan dingin, mukanya memerah dan marah jika saja mendengar nama itu, ya dia sangat membenci manusia yang dulu sangat disayanginya. Dia pergi dengan cangkul yang biasa dibawanya untuk bekerja lalu meninggalkan Siti terdiam memunduk bersama buku.

Aku tidak tahu menahu dengan dia, mungkin kita bertemu lain kali (Andi bergegas pergi)
Aku hamil ndi dan ini anak Latief.

Tidak tahu akan berkata apalagi, Andi hilang kesadaran dan tak percaya semua ini terjadi dia sangat mencintai Siti yang sudah dihamili oleh sahabatnya sendiri. Andi terdiam dengan bingung juga linang air mata jatuh membasahi wajah yang belum berani dinampakkannya kepada Siti. Andi berbalik dan meletakkan cangkul dekat ember di kaki sebelah kiri lalu mengusap sebagian air mata dengan baju putih usang yang telah dipakai berulang kali tanpa dicuci.

Aku mencintaimu Siti, sejak lama sekali. Aku akan mencarikan Latief untukmu di Kota dan aku berjanji akan menemukan dia untukmu meskipun aku harus mati.

Seketika tiba-tiba Latief datang dari belakang Andi, setelah dua bulan di bukit Mahdiar Latief berhasil menguasai ilmu yang sebelumnya dimiliki oleh Mak Muis dan bisa berpindah-pindah tempat kapanpun ia menginginkan itu.

"Kau tidak perlu repot-repot mencariku, aku akan menemuimu". Ujar Latief kepada Andi.
Tentu saja aku tahu ini akan terjadi. Sahut Andi  
Aku ke sini untuk Siti bukan kau, jadi kupersilakan kau pergi saja dan kita bertemu di lain waktu.
Baiklah di lain waktu, aku akan membunuhmu.
Hmmm.. aku akan melakukan itu terlebih dahulu sebelum kau merencanakannya. Aku tidak percaya kau datang dengan kemeja pemberianku.

Andi pergi meninggalkan mereka berdua dengan perasaan yang tak bisa dikata apa becampur aduk semua rasa yang sama-sama jatuh dalam lara air matanya dan membentuk mozaik kecil yang ia namakan kolam cemburu. 

Dia bicara apa Siti?
Tidak, aku hanya menanyakan kepadanya tentang kau Letief,
kemana saja kau, aku tak tahu akan kirim surat kemana, alamatmu di kota akupun tak tahu.
Tidak sayang kau tudak perlu mengirim surat, aku akan selalu berada di sampingmu
Sukurlah, lihat bayi kita mulai bergerak dan belum ada orang yang tahu tentang ini meskipun itu ayahku.
Baiklah, kau mau jalan denganku sekarang?
Apapun akan kukalkukan untukmu sayang..

Siti dan Latief berjalan menyusuri kebun-kebun karet tempat warga desa mencari nafkah, hingga senja tiba dan gelap menghampiri mereka menemukan sebuah gubuk tempat pengumpulan getah, mereka akan duduk hingga pagi di sana menelanjangi rindu dengan cara paling purba.

Sayang apakah yang kau katakan kepada Andi tadi benar adanya? Apakah kau akan membunuh kami semua di desa?
Entahlah sayang, aku tudak tahu apa yang akan kulakukan setelah ini, aku sudah temukan ibuku, dan warga desa ini harus menerima semua dendam dari keluargaku,
Kalau begitu bunuh aku.
Bukan kau, tentu saja tidak kau, 
Aku juga warga desa kan? Kenapa tidak?
Aku tidak tahu, entah bagaimana semua ini akan berjalan nanti yang pasti aku akan membunuh mereka semua. Hey apa kau kedinginan?
Iyaaa..
Ini silakan pakai kemejaku.

Tidak lama berselang, Siti tertidur lelapnya di dalam pengkuan Letief Husein di bawah terpaan pohon keret dan cahaya bulan yang dingin. seketika itu pula Latief berubah wujud menjadi harimau loreng belang dan kuku setajam tujuh kali silet, saat itulah Latief membunuh warga desa untuk pertama kalinya dengan sangat keji, dia membunuh wanita yang sangat dicintainya itu lalu memasukkan potongan tubuhnya ke dalam kolam pengumpul getah di samping gubuk tempat mereka bersetubuh. Latief meninggalkan Siti Sundari yang masih memakai kemeja pemberian Andi. 





















x

x

x

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Go Set A Watchman

“Go Set A Watchman” adalah buku yang sangat menarik bagi kita yang ingin tahu tentang isu diskriminasi ras di Amerika sejak tahun 1950-an, dalam buku ini Harper Lee sang penulis berhasil memberikan penekanan kepada Jean Louis sebagai karakter utama. Saya sangat takjub ketika membuka halaman pertama, kita tahu Harper Lee adalah seorang pemenang Pulitzer dengan buku fenomenalnya “To Kill A Mockingbird” yang mengguncang sastra dunia. Setiap halaman demi halaman di dalam buku ini ditulis dengan sastra klasik khas Amerika lengkap dengan puisi-puisi kenamaan Arthur William, William Schwenck Gilbert dan serpihan tulisan Lady Croline Lamb.   Dia membuat premis yang nyaris sempurna kepada seluruh tokoh yang membuat pembaca mendapatkan makna-makna tersendiri dari seluruh karakter yang ada. Meskipun lebih dari sepuluh karakter terdapat dalam buku ini penulis tetap menjadikan Jean Louis sebagai inti cerita dengan tidak meninggalkan detail penokohan yang lain. Ayah Jean Louis, Att

Menikmati Ketidakpastian (Bagian Satu)

Ada beberapa kisah menaik yang ada dalam pikiran saya beberapa waktu belakangan. Beberapa waktu yang lalu ketika pertama kali saya menginjakkan kaki di kota besar serupa “Neraka” ini ada seorang laki-laki yang menurut saya adalah akan menjadi orang yang akan selalu saya percayai, bukan perempuan karena mungkin bebrapa tahun ini saya belum akan memulai kisah beru dengan perempuan karena da sesuatu hal yang membuat saya merasa kurang beruntung dengannya. Untuk mencapai sesuatu dan mempercayainya butuh waktu yang tidak sedikit, butuh waktu rata-rata tujuh tahun begi seseorang bisa menguasai bidang yang ia sukai, di dalam tujuh tahun itu terdapat kesenangan, kebosanan, konsisten, putus asa dan merasa gagal. Begitu juga untuk mengenal manusia, sampai sekarang saya hanya punya dua orang sahabat saja yang sangat dipercayakan bukan karena sombong because something but, this is about self , saya tidak tahu tapi entah mengapa saya sangat susah dekat dengan orang dan hal tersebut sudah saya

Kiri Itu Seksi

Kiri Itu Seksi 10 November lalu, bertepatan dengan hari pahlawan tirto.id mengeluarkan sebuah artikel yang berjudul “Tokoh PKI dan Orang Kiri yang Jadi Pahlawan Nasional” kedua tokoh tersebut adalah Tan Malaka dan Alimin. Siapa yang tak kenal Tan Malaka, pendiri partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba) itu adalah seorang pemuda minang yang sangat dihormati oleh Ir Soekarno, sejarah pernah mencatat bahwa Soekarno mengatakan. “Apa bila bukan saya maka Tan yang jadi presiden,” tutur pria beristri sembilan tersebut membuktikan bahwa pemikiran Tan punya pengaruh kuat untuk memerdekakan Indonesia, tapi semua adidaya pemikiran seorang Tan tersebut seakan tak berguna di mata masyarakat sekarang hanya karanya beliau adalah seorang komunis.  Ya.. “KOMUNIS”  kata tersebut sengaja saya besarkan karena apabila mendengar kata itu masyarakat Indonesia sekarang berpikir itu adalah paham keras, radikal atau sebagainya, tanpa tau atas dasar apa mereka berpikir seperti itu, padahal menurut say