Segelas kopi
yang baru aku buat barusan menambah kelam hati hari ini, padahal sehari
sebelumnya aku baru saja menyelesaikan salah satu agenda terbesarku, cetak
tabloid edisi 144 menjadi cetakan pertama pada jabatanku sebagai pemimpin umum
LPM Suara Kampus. Lepas memang, namun ada sesuatu yang menahan untuk bahagia,
sejak awal aku yakin semua ini akan menjadi, masalah yang datang setiap hari
yang hanya berputar di situ saja. Mekanisme keberangkatan yang sebelumnya sudah
direncanakan bertunas abu-abu, tak jelas, ditambah dengan perempuan-perempuan
pantek nan egois lagi keras kepala itu menambah rumit urusan yang semula
berjalan mulus. Ingin sekali bercerita tapi tak tau kemana hendak, apabila
dipikir-pikir tidak ada permasalahan yang begitu rumit. Sebelumnya semua setuju
untuk pergi dan telah disiapkan berbanding terbalik dengan hari yang tak
bersahabat, akhirnya aku ambil keputusan mengundur keberangkatan untuk beberapa
hari selanjutnya, semula semua setuju karena aku sendiri yang berkomunikasi,
anehnya setelah beberapa jam selanjutnya si perempuan-perempuan pantek itu
membatalkan dengan alasan yang jelas, maksudnya jelas sekali dibuat-buat seakan
aku tak tau, bilang saja kau merajuk atau semacamnya. Aku memang salah, karna
tak begitu paham dengan sifat perempuan tentang maunya, tidak maunya, apalagi
tentang perasaanya yang mengabstrak. Terakhir dengan perempuan, empat tahun
lalu dan itupun lebih banyak mempelajari hal yang lain, yang hanya menambah
dosa bermaksiat, sekarang ingatan tentang bagaimana alam pemikiran perempuan
itu terasa memuakan.
Biar kusimpan
amarah ini hanya di dalam alam logika, dan tak sudi sedikitpun kubagi kepada si
perasaan. Menjadi seorang pemimpin sama dengan bersedia untuk menderita, memikirkan
semua memaklumi teman yang tak tau diri, dipaksa untuk terus mengalah dengan
keadaan dan yang paling parah adalah dituntut untuk menjadi orang lain, rasanya
seperti (Arggghhhh,,, Anjing) maaf jika terlalu kasar. Setidaknya itu lah yang
kurasakan beberapa bulan kebelakang ini, dan akan ada sepuluh bulan lagi yang
setiap hari dipenuhi masalah-masalah yang hanya berputar di situ saja. Kalau
tidak perempuan kalera, teman tak tau
diri, Pimpinan kampus yang mengambing, atau diriku sendiri yang terlalu idealis,
agaknya kalau ada kata kasar selain pantek, anjing, djancuk atau sinomim akan
kucantumkan dalam setiap bait tulisan
ini.
Hari hampir
jam empat pagi justru otakku terus terangsang untuk mengutuk orang-orang ini
atau bahkan diriku sendiri, apakah ada manusia gila bercampur aneh sepertiku
ini di luar sana yang tidak kuketahui. Kuharap Allah SWT, Yesus, Budha, Dewa,
atau siapapun diantara kalian untuk membaca tentang apa yang telah kutulis ini.
Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri. Itu saja,
26
Maret 2018 03:30 WIB
Komentar