Langsung ke konten utama

Down Grade Kampusku

Down Grade Kampusku
Lembaga pedagogis atau perguruan tinggi adalah batu tertinggi yang harus dilompati oleh pelajar guna mendapatkan gelar, keahlian dan pekerjaan. Setiap perguruan tinggi pasti memiliki standar yang berbeda dalam  sistem pembelajarannya, di Indonesia perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, institut, politehnik, sekolah tinggi, dan universitas.

April lalu Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol (IB) Padang  resmi mengubah statusnya menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol (IB) padang, perubahan status ini merupakan hasil dari usaha petinggi lembaga yang telah memperjuangkannya semenjak 2006 silam, dalam usahanya merubah status menjadi UIN IB Padang telah mengorbankan beberapa oknum terkait yang terjerat masalah KKN.

Status universitas yang disandang oleh UIN IB sekarang disambut gembira oleh begitu banyak mahasiswa, dosen, petinggi, dan beberapa guru besar. Sebagian besar mereka mengatakan perubahan status ini akan berpengaruh besar kepada sistem pembelajaran IAIN IB yang telah berjalan setengah abad.

29 November 2016 lalu, lima puluh tahun sudah perguruan tinggi agama tertua di sumatera barat ini mengabdi kepada masyarakat, nama baik lembaga ini sudah lama melekat di hati masyarakat Sumatera Barat khusunya, hal ini tak lepas dari pelajaran agama islam yang ditanamkan kepada mahasiswa yang belajar disana yang menjadikan lembaga ini sebagai jati diri minang yang menjunjung tinggi agama islam yaitu “adat bersandi sara’, sara’ basandi kitabullah, sara’ mangato adat mamakai”.

Perguruan tinggi yang didirikan oleh Dr. Azhari ini pada awalnya adalah sebuah yayasan berubah menjadi sekolah tinggi kemudian berevolusi sebagai Institut. IAIN IB juga telah melahirkan beberapa anak diantaranya IAIN Batusangkar, IAIN Bukit tinggi, dan yang paling jauh adalah IAIN Padang Sidempuan.

Lulusan IAIN adalah individu yang ahli dalam bidang ilmu yang dikuasainya, terbukti dengan banyaknya lulusan IAIN IB menjadi da’i, tokoh agama didaerahnya masing-masing, hingga menjadi pemimpin ormas Islam di Sumetera Barat. Hal inilah yang membuat IAIN IB memiliki tempat di hati masyarakat minang.
Institut adalah sebuah perguruan tinggi yang berada satu tangga dibawah uiversitas, namun posisi ini bukan berarti senada dengan kualitas yang dimilikinya. Bila dilihat dari sitem pembelajaran yang terdapat di universitas jauh berbeda dengan apa yang di jalani oleh institut, kalau diumpamakan sekolah menengah, institut serpua dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Negeri (MAN), Pondok pesantren, dan yang lainnya yang mana sekolah tersebut memiliki tujuan, acuan, dan standar yang jelas. Berbeda dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang bersifat umum.

Metode pembelajaran bersifat khusus yang dipakai oleh IAIN inilah akan melahirkan sarjana-sarjana yang berkualitas sesuai dengan bidang yang diemban oleh IAIN tersebut yaitu ilmu agama. Selama empat tahun atau lebih mahasiswa akan diberi pelajaran yang selalu berkaitan dengan agama yang dikaji secara mendalam dan dari berbagai aspek, yang nantinya akan melahirkan lulusan yang berkualitas dan diterima masyarakat luas.
Berbeda dengan IAIN, UIN bersifat umum dan menyeluruh, sistem pendidikannya tidak terkhusus seperti IAIN, sehingga mahasiswa yang belajar tidak didasari dengan acuan yang jelas, selama empat tahun mahasiswa mencekokkan pelajaran umum tanpa dasar. Bagi yang sadar sistem sperti ini memaksa mahsiswa untuk mencari dasar sendiri tentang apa yang meraka pelajari selama empat tahun lebih tersebut.

Artinya perubahan status IAIN menjadi UIN kemarin juga akan berimbas kepada sistem pembelajaran yang telah dipakai selama setengah abad lalu, dulunya bersifat kusus dan terjurus menjadi umum dan menyeluruh. Mata kuliah yang berbau islam sudah mulai dihilangkan, dan banyak bermunculan jurusan-jurusan umum sehingga sekarang sebagian besar mahasiswa UIN hanya belajar islam dari kulit saja terkecuali jurusan islam yang masih dipertahankan.

Akibat dari hilangnya mata kuliah islam tersebut UIN tak akan lagi melahirkan da’i yang berkualitas untuk berdakwah yang dulunya sangat diterima masyarakat dan berakhir dengan lunturnya paham islam di ranah minang yang manjadi status rakyat minangkabau.

Memang sekarang belum kelihatan namun kita lihat saja 10 sampai 20 tahun kedepan. Hal inilah yang ditakuti oleh founding father IAIN terdahulu yang telah membangun kampus ini dengan hati menggunakan dasar yang kuat yaitu Al-Quran dan Hadist.

Kesimpuannya alih status dari IAIN menuju UIN bukan sebuah kemajuan melainkan itu adalah sebuah kemunduran. Kemunduran disini adalah dalam hal kualitas individu yang dihasilkan, kerena mereka tidak lagi dididik dengan sistem terkhusus seperti dulu. UIN sekarang adalah umum semua mata kuliah beransur berubah menjadi universal tak lagi menjurus seperti yang diinginkan oleh para pendiri.

x

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Go Set A Watchman

“Go Set A Watchman” adalah buku yang sangat menarik bagi kita yang ingin tahu tentang isu diskriminasi ras di Amerika sejak tahun 1950-an, dalam buku ini Harper Lee sang penulis berhasil memberikan penekanan kepada Jean Louis sebagai karakter utama. Saya sangat takjub ketika membuka halaman pertama, kita tahu Harper Lee adalah seorang pemenang Pulitzer dengan buku fenomenalnya “To Kill A Mockingbird” yang mengguncang sastra dunia. Setiap halaman demi halaman di dalam buku ini ditulis dengan sastra klasik khas Amerika lengkap dengan puisi-puisi kenamaan Arthur William, William Schwenck Gilbert dan serpihan tulisan Lady Croline Lamb.   Dia membuat premis yang nyaris sempurna kepada seluruh tokoh yang membuat pembaca mendapatkan makna-makna tersendiri dari seluruh karakter yang ada. Meskipun lebih dari sepuluh karakter terdapat dalam buku ini penulis tetap menjadikan Jean Louis sebagai inti cerita dengan tidak meninggalkan detail penokohan yang lain. Ayah Jean Louis, Att

Menikmati Ketidakpastian (Bagian Satu)

Ada beberapa kisah menaik yang ada dalam pikiran saya beberapa waktu belakangan. Beberapa waktu yang lalu ketika pertama kali saya menginjakkan kaki di kota besar serupa “Neraka” ini ada seorang laki-laki yang menurut saya adalah akan menjadi orang yang akan selalu saya percayai, bukan perempuan karena mungkin bebrapa tahun ini saya belum akan memulai kisah beru dengan perempuan karena da sesuatu hal yang membuat saya merasa kurang beruntung dengannya. Untuk mencapai sesuatu dan mempercayainya butuh waktu yang tidak sedikit, butuh waktu rata-rata tujuh tahun begi seseorang bisa menguasai bidang yang ia sukai, di dalam tujuh tahun itu terdapat kesenangan, kebosanan, konsisten, putus asa dan merasa gagal. Begitu juga untuk mengenal manusia, sampai sekarang saya hanya punya dua orang sahabat saja yang sangat dipercayakan bukan karena sombong because something but, this is about self , saya tidak tahu tapi entah mengapa saya sangat susah dekat dengan orang dan hal tersebut sudah saya

Kiri Itu Seksi

Kiri Itu Seksi 10 November lalu, bertepatan dengan hari pahlawan tirto.id mengeluarkan sebuah artikel yang berjudul “Tokoh PKI dan Orang Kiri yang Jadi Pahlawan Nasional” kedua tokoh tersebut adalah Tan Malaka dan Alimin. Siapa yang tak kenal Tan Malaka, pendiri partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba) itu adalah seorang pemuda minang yang sangat dihormati oleh Ir Soekarno, sejarah pernah mencatat bahwa Soekarno mengatakan. “Apa bila bukan saya maka Tan yang jadi presiden,” tutur pria beristri sembilan tersebut membuktikan bahwa pemikiran Tan punya pengaruh kuat untuk memerdekakan Indonesia, tapi semua adidaya pemikiran seorang Tan tersebut seakan tak berguna di mata masyarakat sekarang hanya karanya beliau adalah seorang komunis.  Ya.. “KOMUNIS”  kata tersebut sengaja saya besarkan karena apabila mendengar kata itu masyarakat Indonesia sekarang berpikir itu adalah paham keras, radikal atau sebagainya, tanpa tau atas dasar apa mereka berpikir seperti itu, padahal menurut say